Selat Hormuz di Ujung Tanduk, Pasar Minyak Dunia Panik?

ShippingCargo.co.id, Jakarta – Suasana tegang menyelimuti konferensi maritim Marine Money di New York. Panel sektor pasar yang biasanya 'kering', mendadak 'hidup' oleh perkembangan panas di Timur Tengah. Semua mata tertuju pada Teluk Arab dan Selat Hormuz, urat nadi pasokan minyak mentah, produk, dan gas dunia.
Di tengah kekhawatiran eskalasi konflik Iran-Israel, analis Jefferies LLC, Omar Nokta, membuka diskusi dengan pertanyaan yang menghantui ratusan peserta: "Apa yang terjadi jika Selat Hormuz ditutup?"Tentu kekuatiran penutupan Selat Hormuz, yang menyalurkan 15 juta barel minyak mentah per hari, dikhawatirkan memicu perebutan pasokan minyak dunia, dan menggangu jalannya pelayaran dan logistik laut.
Dalam diskusi tersebut, CEO DHT Holdings, Sven Moxnes Harfjeld, menegaskan bahwa skenario ini belum pernah terjadi dan menimbulkan ketidakpastian. Sementara itu, Lars Barstad dari Frontline ragu selat akan ditutup lama dan menyarankan konvoi kapal dengan pengawalan serta navigasi siang hari untuk mengurangi risiko, meski potensi penundaan tetap ada.
Melansir laporan Seatrade Maritime, pasar asuransi justru menilai risiko Laut Merah lebih tinggi karena potensi intervensi Houthi, meski jalur perdagangan masih terbuka. Neil Roberts dari Lloyd’s Market Association menekankan bahwa kapal dagang bukan target langsung saat ini.
Kondisi ini mendorong lonjakan tarif kapal Very Large Crude Carrier (VLCC) hingga 50.000 dolar AS per hari, menandakan pasar yang sangat ketat. Namun, pemilik kapal tetap waspada terhadap perubahan mendadak akibat situasi geopolitik. Optimisme tetap dijaga, meski risiko tidak bisa diabaikan.

ShippingCargo.co.id adalah media online yang berfokus pada informasi tentang shipping, pelabuhan, logistik, dan industri-industri yang terkait.