ShippingCargo.co.id, Jakarta — Presiden AS Donald J. Trump mengumumkan kesepakatan dagang "bersejarah" dengan Indonesia yang membuka pasar nasional secara penuh bagi produk Amerika Serikat, namun disertai tarif tinggi sebesar 19% untuk ekspor Indonesia ke AS.

Trump mengklaim kesepakatan ini dicapai setelah pembicaraan langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Dalam pernyataannnya di kanal pribadi Truth Social pada 15 Juli 2025, ia menyebut Indonesia sepakat membeli:

• Energi AS senilai US$15 miliar (Rp243 triliun)
• Produk pertanian AS senilai US$4,5 miliar (Rp72,9 triliun)
• 50 pesawat Boeing, termasuk tipe 777

Di sisi lain, Indonesia tidak mendapatkan akses imbal balik yang setara. Produk ekspor AS ke Indonesia akan bebas tarif dan hambatan non-tarif, sementara ekspor Indonesia ke AS tetap dikenakan tarif 19%, per Republika.

Implikasi Maritim dan Logistik

• Volume Impor: Pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan arus masuk barang dari AS, khususnya energi (LNG, minyak bumi), hasil pertanian, dan komponen aviasi.
• Distribusi Domestik: Kebutuhan logistik darat dan laut untuk mendistribusikan barang AS di Indonesia akan meningkat, menuntut kesiapan infrastruktur pelabuhan, tol laut, dan fasilitas logistik nasional.
• Ekspor Terkendala: Tarif 19% berpotensi menekan daya saing produk Indonesia di pasar AS, terutama sektor tekstil, makanan olahan, dan elektronik yang sangat sensitif terhadap biaya.
• Risiko Rerouting dan Transshipment: Trump memperingatkan soal tarif untuk ekspor ulang (transshipment) dari negara ketiga, menandakan pengawasan ketat terhadap pelayaran lintas negara dan asal barang dalam rantai pasok global.

Kesepakatan ini membuka peluang impor besar bagi AS, namun membuat ekspor Indonesia ke AS makin mahal dan kurang kompetitif, memberi tekanan baru pada logistik ekspor nasional. Bagi sektor maritim, lonjakan impor dari AS perlu diimbangi dengan efisiensi distribusi dan diplomasi tarif ekspor yang lebih adil.