Home > News

Indonesia Terpilih dalam Dewan Eksekutif IOC UNESCO, Apa Dampaknya?

Ini jadi momentum baik dalam perkembangan laut Indonesia.
Ilustrasi laut Indonesia. Sumber: Freepik
Ilustrasi laut Indonesia. Sumber: Freepik

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Indonesia kembali menorehkan langkah penting di kancah internasional. Kali ini, bukan lewat diplomasi dagang atau politik global, melainkan melalui perannya dalam tata kelola kelautan dunia.
Baru-baru ini, Indonesia resmi terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif Komisi Oseanografi Antarpemerintah UNESCO (IOC UNESCO) untuk periode 2025–2027 pada 10 Juli silam, per situs resmi UNESCO. Ini jadi sebuah pencapaian yang membuka peluang besar di bidang diplomasi maritim, literasi kelautan, dan pendidikan biru.

Dalam keanggotaan barunya, Indonesia akan bergabung dengan negara-negara seperti Tiongkok, Australia, Jepang, Korea, India, dan Thailand. Mereka bersama-sama memikul tanggung jawab global untuk membentuk masa depan oseanografi—dari riset ilmiah hingga kebijakan perlindungan laut dan mitigasi perubahan iklim berbasis laut.

Tak hanya soal politik maritim, keanggotaan ini juga menyoroti posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang kini semakin percaya diri dalam panggung pengambilan keputusan global terkait lautan.

Namun, di tengah sorotan global itu, tantangan dalam negeri tak bisa diabaikan. Laporan ANTARA News menunjukkan bahwa Indonesia belum memiliki program nasional Blue School atau kurikulum pendidikan kelautan yang terintegrasi dalam sistem pendidikan formal. Oleh karena itu, masih banyak pelajar yang belum akrab dengan pentingnya ekosistem laut, ekonomi biru, maupun perubahan iklim pesisir.

Padahal, inisiatif seperti Blue School—yang sudah dikembangkan UNESCO dan diadopsi di berbagai negara—berperan penting dalam membangun budaya sadar laut sejak dini. Keanggotaan IOC UNESCO ini diharapkan bisa mendorong terobosan baru dalam sistem pendidikan Indonesia.

Pengamat dan pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi melihat keanggotaan ini bukan sekadar simbol status internasional, tetapi kesempatan strategis menyusun ulang visi maritim nasional—terutama menjelang puncak program Dekade Sains Laut PBB (UN Ocean Decade) yang berlangsung hingga 2030.

Dari sisi diplomasi, hal ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang di forum-forum kemaritiman global, termasuk isu akses ke teknologi laut, perlindungan ekosistem pesisir, dan pembangunan kapasitas SDM kelautan.

Berbagai komunitas pendidikan dan organisasi maritim di Indonesia menyambut baik keanggotaan ini, tetapi juga menaruh harapan besar: agar keberhasilan diplomatik ini diterjemahkan dalam aksi nyata, terutama dalam pembentukan Blue School Indonesia dan kurikulum kelautan lintas jenjang pendidikan.

Karena seperti laut yang tak berhenti bergerak, perubahan yang berarti harus dimulai dari dasar—dari ruang kelas hingga forum dunia.

× Image