Mengapa Industri Maritim Dunia Butuh Lebih dari Sekadar Angka

ShippingCargo.co.id, Jakarta—Dalam dunia pembangunan kapal dan industri maritim, kita sering mendengar dua kata yang tumpang tindih: efisiensi dan efektivitas. Secara sederhana, efisiensi ("sangkil" dalam KBBI) adalah tentang melakukan sesuatu dengan benar, sementara efektivitas ("mangkus" dalam KBBI) adalah tentang melakukan hal yang benar.
Banyak pemimpin di industri maritim berfokus pada metrik seperti biaya per unit atau jadwal proyek yang ketat. Namun, angka-angka ini sering kali menutupi gambaran yang lebih besar. Sebuah kapal bisa saja selesai tepat waktu dan sesuai anggaran, tapi ternyata tidak bisa berlayar, sulit dirawat, atau tak memiliki kru yang cukup.
Menurut Pelaut veteran Benjamin Miner dalam artikelnya di Maritime Executive, proses-proses tersebut adalah contoh klasik dari sebuah proyek yang efisien, tapi tidak efektif. Sosok lulusan Texas A&M dan Old Dominion University tersebut memaparkannya sebagai berikut dengan tiga jebakan yang menghambat efektivitas galangan kapal.
Ada tiga masalah utama yang terus menghambat kemajuan industri galangan kapal:
1. Masalah Bukan Soal Bakat, tapi Tim
Miner menulis bahwa seorang insinyur kepala ( Chief Engineer) pernah mengeluhkan kekurangan staf terlatih. Ia yakin, jika ia punya orang yang lebih hebat, semuanya akan beres. Namun, di lautan, kemampuan individu hanya bisa memenangkan pertempuran kecil. Untuk memenangkan perang yang sesungguhnya, dibutuhkan tim yang solid dan saling percaya, yang bekerja sama dalam dinamika kompleks. Kepemimpinan sejati adalah tentang membangun tim yang kohesif, bukan hanya mengumpulkan para individu terhebat.
2. Uang Bukan Solusi Utama
Meskipun anggaran pembangunan kapal di AS (dan di seluruh dunia) sudah meningkat drastis, ukuran armada justru tidak bertambah. Laporan GAO tahun 2024 menunjukkan adanya keterlambatan pengiriman kapal hingga tiga tahun, dan uang yang digunakan pun tidak efektif. Masalahnya bukan kekurangan uang, melainkan:
- Infrastruktur yang usang: Banyak galangan kapal masih kekurangan peralatan dan ruang produksi modern.
- Krisis tenaga kerja: Terjadi kelangkaan keterampilan, ditambah kurangnya pelatihan dan kelelahan pekerja yang menghambat produksi.
Menambah anggaran tanpa berinvestasi pada orang dan fasilitas hanya akan membuat masalah ini semakin mahal.
3. Konsolidasi Industri Mematikan Inovasi
Saat ini, konsolidasi industri terlalu didominasi satu-dua konglomerasi besar. Sebagai contoh, industri perkapalan AS didominasi oleh dua raksasa: Huntington Ingalls Industries (HII) dan General Dynamics (GD). HII menguasai lebih dari 50% kontrak kapal angkatan laut, sementara GD mendominasi produksi kapal selam dan kapal perusak.
Situasi ini menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Tanpa persaingan yang berarti, industri menjadi kaku, sulit berinovasi, dan lambat merespons kebutuhan mendesak.
Solusi Bukan Sekadar Angka
Mengingat perang dagang dengan Tiongkok makin intensif, Amerika Serikat punya talenta dan pemahaman yang mendalam tentang masalah ini. Berikut adalah saran universal yang bisa diterapkan:
- Pikirkan lebih dari anggaran. Bedakan antara efisiensi (hemat biaya) dan efektivitas (siap tempur). Anggaran besar tidak secara otomatis berarti kesiapan penuh.
- Investasikan pada manusia dan alat. Kucurkan dana untuk meningkatkan infrastruktur dan melatih tenaga kerja yang baru.
- Nilai keberhasilan dari hasil, bukan laporan. Ukur kesuksesan dari apakah kapal benar-benar bisa menjalankan misinya, bukan dari seberapa "tepat waktu" laporan diserahkan.
Untuk membangun kembali tulang punggung industri maritim, dibutuhkan lebih dari sekadar spreadsheet. Ini membutuhkan kebijakan yang berani, investasi pada manusia, dan keberanian untuk membuka kembali persaingan yang sehat.

ShippingCargo.co.id adalah media online yang berfokus pada informasi tentang shipping, pelabuhan, logistik, dan industri-industri yang terkait.